Kaligrafi Arab yang berkembang sejak turunnya Islam sangat beragam. Pada awalnya, jenis kaligrafi biasa disebut dengan tempat dimana khot tersebut berkembang, seperti khot makky, khot madany, khot kufi dan lain-lain.
Seiring dengan perkembangan zaman dan peradaban, terdapat jenis kaligrafi Arab yang eksis dan tetap bertahan bahkan dilestarikan hingga sekarang. Setidaknya terdapat enam jenis kaligrafi Arab yang biasa disebut dengan khututh asasiyyah (jenis kaligrafi primer). Di antaranya adalah riq’ah, diwani, jaly diwani, nasta’liq, naskhi dan suluts. Penyebutan ini tidaklah berdasarkan hierarki zaman munculnya jenis kaligrafi arab tersebut, akan tetapi mengacu pada tingkat kesulitan dan kerumitan, serta dimulai dari yang paling sederhana yaitu riq’ah, hingga jenis paling sulit dan rumit serta paling indah, yaitu khot suluts.
Tulisan singkat ini hanya ingin memberikan gambaran umum tentang jenis kaligrafi tersebut, yang kami rangkum dari berbagai sumber baik dari buku, internet, maupun dari para asatidz kaligrafer khot yang dari beliau kami mengambil dan belajar kaligrafi ini.
Khot Riq’ah
Jenis kaligrafi Arab ini memiliki bentuk paling sederhana dibanding jenis lainnya. Riq’ah juga merupakan jenis paling banyak dipakai dalam menulis sehari-hari dalam transaksi di masyarakat. Keindahannya terletak pada konsistensi bentuk dan ketajaman bagian hurufnya yang dibalut kelenturan pada ujung dan sambungan antar huruf. Selain itu, jenis ini pada umumnya mudah dibaca. Kecuali pada penggalan yang sengaja ditulis untuk memunculkan sisi keindahan. Pada kasus ini, beberapa huruf yang tidak lazim disambung, tetapi disambung sehingga terkesan sulit dibaca, namun menambah keindahan dan kekuatan susunannya.
Selain bentuk kaku dibalut kelenturan, jenis khot ini juga dipakai hanya untuk menulis lurus satu garis (mursal) dan tidak biasa dibuat saling masuk (mudammaj) atau bertumpuk (murakkab). Karena itu, tidak nyaris tidak ada bagian yang sulit dibaca karena susunan huruf yang berlilitan atau ‘mbulet’ (mu’aqqad).
Ciri-ciri khot Riq’ah
Ciri dari riq’ah di antaranya adalah bentuknya yang khas, huruf-hurufnya cenderung lurus dalam kemiringan konstan (busholah), serta tidak banyak lengkungan. tidak menerima huruf yang dipanjangkan (kasyidah). Karena itu, kekuatan huruf dan susunannya terletak pada kepiawaian kaligrafer dalam menyusun huruf-huruf yang relatif mempunyai anatomi pendek dan rendah. Hampir semua huruf khot riq’ah ditulis di atas garis kecuali empat huruf saja (jim, mim, ‘ain dan ha’ di tengah). Ciri lain yang sangat vital adalah, jenis khot ini tidak diberi harakat (tasykil).
Munculnya khot Riq’ah dan Kegunaannya.
Para pakar sejarah seni Islam sepakat bahwa riq’ah pertama kali muncul pada era Turki Usmani, melalui tangan para kaligrafer besarnya. Kemunculan riq’ah tidak bisa dipisahkan dari kondisi seni kaligrafi yang sedang berkembang di Turki saat itu. Kaligrafi menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan ekonomi, sosial, serta politik dan keagamaan yang ada. Seorang kaligrafer mempunyai posisi yang kuat dan memiliki peran ketokohan. Ustadz Belaid Hamidi menyampaikan bahwa munculnya khot riq’ah juga disebabkan faktor kuatnya para kaligrafer pada saat itu dalam menghargai dan memposisikan jenis khot naskhi yang telah dulu dikenal.
Naskhi, sebagaimana diketahui banyak dipakai dalam menyalin al-Qur’an dan kitab hadis. Penggunaan khot naskhi yang sedemikian ‘terhormat’, menjadikan para kaligrafer saat itu berpikir untuk mengistimewakan khot ini dengan tidak memakainya dalam menulis selain al-Qur’an dan transaksi sehari-hari. Karena bagi mereka, jika al-Qur’an adalah kalamullah yang berbeda dengan dengan perkataan manusia, maka tulisan yang dipakai untuk menulis pun harus berbeda.
Sedemikian ta’dzimnya pada kaligrafer saat itu kepada huruf al-Qur’an, sehingga tidak heran jika kemudian keberkahan dan pintu-pintu ilmu (termasuk kaligrafi) terbuka lebar. Sehingga pada gilirannya Turki dan era Turki Usmani khususnya menjadi kiblat dan acuan bagi siapa saja yang ingin belajar kaligrafi dengan sungguh-sungguh.
Siapa yang perlu kita contoh dalam khot Riq’ah?
Jika telah maklum bahwa jenis khot ini tumbuh dan berkembang pada era Turki Usmani, maka riq’ah berarti mempunyai akar kaslian yang kuat di sana. Tumbuhnya riq’ah termasuk ‘belakangan’, jika dibanding dengan jenis khot lainnya. Adalah kaligrafer Mumtaz Bik, yang dicatat sebagai peletak kaidah dasar Riq’ah. Beliau hidup semasa Sultan Abdul Majid Khan, sekitar tahun 1280 H. Riq’ah mencapai kematangan bentuk dan susunannya di tangan kaligrafer besar Muhammad Izzat.
Kaidah Riq’ah yang terdapat dalam kumpulan “Atsar Muhammad Izzat” menjadi panduan kaligrafer seluruh dunia. Jika melihat sejarah, hal ini tentu tidak berlebihan, karena di Turki lah khot ini muncul, dan berkembang, maka wajar jika Muhammad Izzat, kaligrafer Turki menjadi kiblatnya. Meskipiun demikina, hal ini tidak menafikan adanya kaligrafer dan negara lain seperti Irak, Syiria, Jordan, Mesir dan lain-lain yang juga mencoba mengembangkan dan memodifikasi jenis Riq’ah ini. Namun sekali lagi, jika kita ingin melihat riq’ah yang asli, maka seyogyanya kembali kepada kaidah Riq’ah Muhammad Izzat.
Dalam metode belajar kaligrafi Manhaj Hamidi, buku utama dalam pembelajaran khot Riq’ah adalah buku Muhammad Izzat. Meskipun buku utama, namun buku “Izzat” ini tidak serta merta dipelajari pada awal belajar. Karena buku utama ini memuat kaidah dengan detail yang ‘super’, maka diperlukan ‘buku pengantar’ yang menerangkan dasar-dasar penting sebelum masuk ke detail. Di sini lah kurrasah Riq’ah al-Ustadz Yusuf Dzannun mengambil peran pentingnya. Untuk ulasan tentang kurrasah Riq’ah al-Ustadz Yusuf Dzannun ini, Insyaa Allah akan kami muat pada tulisan selanjutnya.
0 comments:
Post a Comment